Benda-benda purbakala dari pendapat
para ahli meyakini bahwa uang kepeng berasal dari negeri Cina. Salah satunya
adalah pendapat dari F.A. Liefrinch yang menyebutkan uang kepeng sebagai Chinese
coins. Dasar pendapat ini karena pada kedua permukaan pis bolong atau uang
kepeng tersebut berisi tulisan huruf Cina.
Menurut
cerita pada masa lampau, ada seorang musafir dari dari Cina yang bernama Fa
Hien pergi berlayar menuju ke tanah Hindu yaitu India dan Srilangka. Setelah
beberapa lama berada di sana, ia kemudian kembali ke negeri asalnya sekitar 414
Masehi. Namun di tengah perjalanan, kapal yang ditumpanginya diserang badai dan
mengalami kerusakan. Kapal tersebut kemudian terdampar di sebuah pulau yang
kemudian dikenal sebagai Ya-wa-di. Konon yang dimaksud dengan Ya-wa-di adalah
Jawa Dwipa atau Pulau Jawa. Ada kemungkinan pada masa itu uang kepeng sudah
mulai diperkenalkan di sana.
Namun ada para ahli yang berpendapat
bahwa Pipis bolong atau uang kepeng dikenal di Indonesia pada masa kerajaan di Nusantara menjalin
hubungan dagang dengan negeri Cina. Seperti diketahui bahwa bangsa Cina memang
terkenal sebagai bangsa pedagang sejak zaman dulu. Pada masa itu mereka sudah
melakukan perdagangan dengan bangsa-bangsa di belahan dunia lain, baik lewat
darat maupun lewat lautan. Bukti adanya hubungan dagang antara negeri Cina
dengan raja-raja di Pulau Jawa dapat dibuktikan dengan ditemukannya uang kepeng
dalam jumlah yang cukup banyak di beberapa kota seperti Pati, Kudus, Batang,
Kendal, Cilacap, Temanggung, Purworejo, Blora, yang secara geografis kebanyakan
terletak di pesisir pantai. R. Gorris, seorang sejarawan dari Belanda yang lama
tinggal di Sanglah, Denpasar, menyatakan bahwa uang kepeng sudah dikenal di
Bali sekitar 882 Masehi.
Bagi sebagian masyarakat Hindu Bali,
uang kepeng jenis tertentu diyakini memiliki kekuatan gaib atau magis. Menurut
Koentjoroningrat, kemampuan manusia untuk menghadapi hidup ini memang dilandasi
oleh naluri dan ilmu pengetahuan. Namun terkadang semua itu tidak mampu
menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya secara tuntas dengan cara rasional.
Untuk itu mereka kemudian menyiasatinya dengan cara yang irasional yakni dengan
ilmu gaib atau magis. Dikatakan juga bahwa ilmu gaib yang dimaksud adalah
cara-cara manusia untuk mempengaruhi alam dalam usahanya untuk mencapai tujuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar